Oleh : Muhammad Mush’ab, B.Sh, M.E ( Puket 1 STIS Al-Wafa)
Permasalahan individu yang bersifat mikro memiliki perbedaan dengan permasalahan khalayak yang bersifat makro. Terkadang, perbedaan ini luput dari perhatian kita dalam menilai suatu permasalahan, sehingga terjadi bias dalam penilaian. Bahkan, kepentingan individu sangat mungkin bertentangan dengan kepentingan orang banyak, sehingga terjadi kontradiksi antar kepentingan, yang dikenal sebagai “ta’arudh mashalih fardiyah wal jama’ah”.
Ketika seseorang bekerja di suatu instansi yang dihukumi haram karena menjalankan praktik yang haram, apakah dia diharuskan keluar karena dengan bertahan, dia sama saja membantu dalam kemaksiatan? Dalam menjawab permasalahan ini, kita tidak bisa hanya melihat individu pekerja dan instansi sebagai pemberi kerja. Kita perlu memperhatikan aspek lain, yaitu dampak makro jika instansi tersebut bubar karena tidak adanya tenaga kerja atau jika diisi oleh orang yang tidak berkompeten.
Contoh yang relevan adalah bank konvensional, yang mayoritas ulama kontemporer menghukumi sebagai praktik haram karena mengandung unsur ribawi. Jika kita hanya melihat dari sisi ini, maka kita akan menghukumi bahwa orang yang bekerja di bank konvensional memiliki penghasilan haram dan wajib resign untuk mencari pekerjaan halal. Namun, jawaban ini terlalu sederhana untuk masalah yang kompleks.
Berbicara tentang bank konvensional berarti membahas sistem keuangan global yang sudah mengakar dalam setiap transaksi keuangan. Kebijakan negara, baik fiskal maupun moneter, juga tidak lepas dari sistem ini. Jika seseorang resign dan digantikan oleh orang yang tidak kompeten atau tidak peduli terhadap kemaslahatan umat Islam, bagaimana dampaknya secara luas? Variabel ini harus menjadi pertimbangan dalam menentukan hukum. Selain itu, kita juga harus mempertimbangkan dampak mikro, seperti apakah pegawai tersebut akan mendapatkan pekerjaan lebih baik setelah resign atau justru makin terpuruk.
Imam Ibn Taimiyah juga menyampaikan di dalam majmu’ al-fatawa bahwa :
أن الشريعة جاءت بتحصيل المصالح وتكميلها وتعطيل المفاسد وتقليلها وأنها ترجح خير الخيرين وشر الشرين وتحصيل أعظم المصلحتين بتفويت أدناهما وتدفع أعظم المفسدتين باحتمال أدناهم
“Bahwa syariat datang untuk mendatangkan mashlahat dan menyempurnakannya, dan menghilangkan mafsadah dan meminimalisirnya, dan juga ia menguatkan sesuatu yang paling baik dan 2 kebaikan dan paling buruk dari 2 keburukan, dan mendatangkan mashlahat yang paling besar dengan menghilangkan mashlahat yang dibawahnya, dan menghilangkan mafsadah yang paling besar dengan menanggung mafsadah yang lebih kecil”
Syekh Yusuf Al-Qaradawi pernah menjawab pertanyaan serupa dengan menyatakan,
ولو أننا حظرنا على كل مسلم أن يشتغل في البنوك لكانت النتيجة أن يسيطر غير المسلمين من يهود وغيرهم على أعمال البنوك وما شاكلها، وفي هذا على الإسلام وأهله ما فيه.
“Jika kita melarang setiap Muslim bekerja di bank, maka bank akan dikuasai oleh non-Muslim, seperti Yahudi, yang berdampak negatif bagi Islam dan umatnya.” Ini bukan berarti umat Islam menyerah; kita tetap berusaha menciptakan sistem yang sesuai dengan syariat Islam.
wallahu a’lam
===================
🍀WEB : stisalwafa.ac.id
🍀IG: @stisalwafa_bogor
🍀FB: STIS Al Wafa
🍀Youtube: STIS Al Wafa Channel
🍀FansPage: Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Al Wafa