Oleh : Muhammad Mush’ab, B.Sh, M.E ( Puket 1 STIS Al-Wafa)
Di hari pendidikan jum’at tanggal 2 mei 2025 ada sebuah statement yang menarik dari lembaga KPK, tentang seruan bahwa hadiah kepada guru merupakan gratifikasi dan bukan sebagai rezeki.
Mungkin statement tersebut sebagai himbauan dan bukan aturan yang baku, tapi respon masyarakat berbeda-beda. Ada yang geram dengan statement tersebut karena kenapa KPK tiba-tiba fokus dengan hal yang kecil tapi banyak masalah korupsi yang belum terselesaikan tidak diatasi.
Sebagian juga berpandangan bahwa hadiah kepada guru tidak bisa dikategorikan sebagai gratifikasi apalagi jika itu sudah menjadi budaya dan di normalisasi.
Pemberian kepada guru memang sudah menjadi hal yang lumrah khususnya di dalam budaya ketimuran, karena akan lebih merekatkan hubungan antara guru dengan murid, apalagi anjuran ini sesuai dengan hadits Nabi SAW :
تهادوا تحابوا
“Saling beri hadiahlah kalian maka kalian akan saling mencintai”
Tapi itu berlaku jika tidak terikat dengan suatu lembaga yang tidak menuntutnya untuk bekerja secara profesionalme. Walaupun judulnya sama-sama guru tapi guru yang di bawah naungan lembaga memiliki karateristik berbeda dengan guru lepas atau yang tidak di bawah naungan lembaga.
Bekerja di bawah naungan lembaga pendidikan banyak sekali aturan yang mengikat guru seperti pekerja. Maka ada kewajiban yang dibebankan dan juga hak yang didapat.
Hal tersebut tidak ada jika dia sebagai guru lepas, kemudian lembaga menyediakan paket belajar yang mana itu tidak fokus pada pelajaran tertentu saja, ada akademik, akhlaq, soft skill maupun hard skill.
Dalam proses pembentukan murid di lembaga tersebut tentu bukan peran satu atau dua guru saja, bahkan ada keterlibatan non guru atau tenaga kependidikan di dalamnya, contoh bagian keuangan misalnya, walaupun dia tidak terlibat langsung dalam pembelajaran tapi lembaga tidak akan berjalan mulus jika tanpa peran keuangan khususnya keuangan yang cerewet kalau lagi nagih spp.
Memang konsekuensinya akan dibenci wali siswa tapi kalau berfikir objektif justru jasanya cukup besar untuk keberlangsungan lembaga, dan itu berbanding lurus dengan kualitas pendidikan yang diberikan, kalau keuangan gak lancar ya gaji ke guru otomatis juga akan tersendat dan itu akan berdampak pada kualitas pendidikannya.
Tapi justru pihak-pihak itu luput dari pandangan wali siswa, karena biasanya wali siswa memberikan hadiah hanya kepada guru khususnya guru yang memiliki bonding dengan anaknya, yang gak ada bonding belum tentu dapet. Sehingga ada saja oknum guru yang memanfaatkan kondisi tersebut supaya dia bisa mendapatkan hadiah dari orang tuanya.
Dampaknya cukup negatif jika ini dibiarkan karena ini bisa merubah fokus utama guru sebagai pendidik, yang mana dia harus memberikan pelayanan pendidikan yang sama kepada seluruh peserta didiknya, tapi karena ada hadiah tersebut bisa mencederai tugas yang mulia ini.
Belum lagi adanya ketimpangan antar pegawai yang ada di bawah lembaga, seharusnya salary berdasarkan beban kerja dan KPI tapi karena ada hadiah yang hanya diperuntukan kepada orang tertentu bisa menimbulkan kecemburuan sosial dan berujung pada profesionasilme dalam bekerja.
Oleh sebab itu maka perlu didudukan apakah hadiah kepada guru yang terikat kepada lembaga apakah termasuk gratifikasi atau tidak.
Ada sebuah hadist menyatakan :
هدايا العمال غلول
“hadiah untuk pekerja adalah pengkhianatan (ghulul)”
Siapa perkerja yang dimaksud di dalam hadits? apakah hanya pegawai pemerintah saja sehingga di luar itu tidak termasuk di dalamnya? atau yang di luar pemerintah juga bisa masuk di dalamnya? Kalau kita lihat tampak lafadz hadist tersebut maka lafadznya bersifat umum, tidak ada pembatasan apakah pegawai pemerintah atau non pemerintah.
Akan tetapi kalau kita melihat dari hadits yang lain ketika Rasulullah SAW menegur sahabat yang menjadi petugas zakat lalu menerima hadiah dari muzakki maka bisa dipahami bahwa maksudnya adalah pegawai pemerintah. Hal ini senada dengan yang dinukilkan oleh Imam Ibn Abidin dari kalangan mazhab hanafi di dalam hasyiah raddul muhtar :
وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْعَمَلِ وِلَايَةٌ نَاشِئَةٌ عَنْ الْإِمَامِ أَوْ نَائِبِهِ كَالسَّاعِي وَالْعَاشِرِ اهـ
“maksud dari pegawai(yang dilarang menerima hadiah) adalah yang diangkat oleh pemerintah atau delegasinya”.
Kenapa hanya pegawai pemerintah saja, nah disini beliau memberikan alasan dan alasan ini cukup logis dan bisa menjadi jawaban apakah permasalahan ini bisa diqiyaskan atau tidak. Alasan yang beliau sampaikan adalah karena mereka memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan untuk orang yang di bawahnya (أهلية الإلزام).
Kalau kita melihat dari alasan yang beliau sampaikan ini maka cukup logis jika pegawai atau pekerja non pemerintah bisa juga masuk dalam hukum ini. Oleh sebab itu beliau mengomentari lebih lanjut :
قُلْت: وَمِثْلُهُمْ مَشَايِخُ الْقُرَى وَالْحِرَفِ وَغَيْرُهُمْ مِمَّنْ لَهُمْ قَهْرٌ وَتَسَلُّطٌ عَلَى مَنْ دُونِهِمْ
“saya berpendapat(ibnu abidin) : dan seperti mereka ulama-ulama desa atau para pekerja dan yang lainnya yang memiliki kewenangan untuk mengatur bawahannya”
Guru yang di bawah naungan lembaga saya kira lebih tepat dengan apa yang disampaikan oleh Imam Ibn Abidin ini, karena mereka memiliki kuasa dan wewenang atas muridnya, salah satunya pemberian nilai yang mana itu sangat berpengaruh baginya di masa datang.
Oleh sebab itu maka hukumnya juga disamakan yaitu tidak boleh menerima hadiah jika hanya ditunjukan secara personal saja, terlebih lagi potensi madharatnya juga ada dan ini sebagai bentuk preventif (sadd dzariah) supaya hal yang tidak diinginkan terjadi.
Ini jika kita mellihat dari kacamata lembaga, tentu dari kacamata orang tua atau wali siswa ingin memberikan suatu penghargaan bagi orang yang sudah mengajarkan kepada anaknya sebagai bentuk terimakasih.
Sebagai saran mungkin lembaga perlu mengakomodir hal tersebut dengan menyediakan kanal untuk orang tua memberikan hadiah tapi tentu pembagiannya harus merata atau proporsional sesuai dengan aturan yang ada di lembaga tersebut.
wallahu a’lam
===================
🍀WEB : stisalwafa.ac.id
🍀IG: @stisalwafa_bogor
🍀FB: STIS Al Wafa
🍀Youtube: STIS Al Wafa Channel
🍀FansPage: Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Al Wafa